Kali ini aku pengen bicara tentang persahabatan. Hampir semua orang punya sahabat, kecuali orang – orang yang mengecualikan diri tentunya. Sahabat, menurutku nggak sama dengan teman. Definisi menurutku pribadi, teman adalah siapapun yang kita kenal (terutama yang seumuran), sedangkan sahabat adalah seorang teman dekat yang kepadanyalah kita mempercayakan banyak hal tentang hidup kita yang tidak bisa kita percayakan pada orang lain. Hemm, tentu aja definisiku tersebut nggak bakalan cocok sama definisi berdasarkan Kamus Besar Bahasa Indonesia. Hehe…
Persahabatan di era globalisasi ini *halah, bahasanya!* semakin kompleks saja. Nggak Cuma yang seumuran, tapi juga lintas umur. Nggak Cuma sahabat lewat dunia nyata, tapi mulai sangat banyak yang bersahabat melalui dunia maya. Apalagi persahabatan lintas gender… udah sangat nggak asing kayaknya di masyarakat kita.
Nah, kali ini aku pengen bahas tipe persahabatan yang terakhir itu. meskipun cenderung bukan hal aneh apalagi langka, tapi tetep ada sesuatu yang ‘ngganjel’ di hatiku. Sebelumnya aku pengen cerita dikit.
Sewaktu SMA, aku punya 3 sahabat baik. 1 cewek (Putri, biasa kami panggil Mami), dan 2 cowok (Andri ‘n Amil), jadi kita 4 bersahabat + aku. Persahabatan yang amat indah menurutku, meski indah nggak selalu berarti persahabatan kami sepi konflik. Apalagi waktu itu kami sama – sama berada di umur – umur ‘ababil’ alias ABG labil. Saat menjelang lulus SMA, kami sama – sama bertekad akan senantiasa berusaha menjaga persahabatan kita itu dengan mengukir berbagai janji tentang ‘temu kangen’, tentang sms ato telfonbuat jaga kedekatan, de el el. Janji yang kini aku sadari amat naïf, dan tidak lebih dari sekedar janji yang hamper tak mampu kita penuhi. Tidak, aku sama sekali nggka nyalahi mereka (sahabat - sahabatku) atas semua itu. emang udah Sunnatullah – nya seperti ini. jalan hidup membawa kita ke arah masing – masing yang berbeda, mengantarkan kita ke dunia baru dengan berbagai kesibukan yang membuat ‘list janji’ tersebut menjadi hal yang amat sulit kita penuhi.
Halah, halah… kebiasaan! Tema jadi melebar kemana – mana. Ah, nggak papa – lah. Kan nggak dibatasi berapa karakter kaya’ di majalah – majalah ini. hoho… J
Oke… kembali ke tema utama yang mau aku bahas. Seiring berjalannya waktu dan pendewasaan diriku, ada beberapa hal yang turut berubah di diriku. Salah satuunya adalah perubahan sudut pandangku terhadap persahabatan dengan lawan jenis. Dari dulu aku udah sering banget denger orang – orang yang tidak percaya bahwa ada persahabatan yang benar – benar murni antara cewek dan cowok. Dan dulu, aku adalah orang yang akan berdiri di garda terdepan *perang kale!* untuk menyangkal anggapan tersebut. pokoknya nggak terima banget kalo ada orang yang nyebut persahabatan antara aku dan 2 sahabat cowokku (Amil dan Andri) pasti dicampuri dengan ‘rasa – rasa lain’ sekecil apapun itu.
Tapiiii… tidak begitu dengan sekarang. Saat ini, aku masuk dalam kategori orang yang tidak percaya bahwa ada persahabatan murni dari 2 orang anak manusia (cowok dan cewek) non-mahram, yang tidak dicampuri dengan perasaan – perasaan lain. Alasannya? Buanyak! Nggak bisa deh kayaknya aku sebut satu – satu disini. Pokoknya alasannya meliputi norma – norma didalam agama yang sedikit demi sedikit mulai aku pahami, alasan – alasan ilmiah yang berkaitan dengan psikologi manusia, de el el.
Logika gampang yang ada di benakku sih gini : aku cewek normal, sahabatan ma cowok normal. Pasti sering ketemu. Kalopun nggak sering ketemu, pasti komunikasi akan terjaga, entah sms, telpon, FB, de el el. Karna sahabatan, tentu aja aku bakal sering curhat sama dia tentang macem – macem, begitupun sebaliknya. Setelah curhat, pasti dia bakal kasih ‘advice’ apalah gitu sama aku, begitupun juga sebaliknya. Nah, alasan kenapa aku milih dia dan dia milih aku jadi sahabat, tentu aja karna kita merasa cocok n nyambung ma dia di banyak hal. Dan kemungkinan besar salah satu dari banyak hal itu adalah ‘advice2nya’. Ditengah berbagai kecocokan tersebut, lalu diatas kesadaran bahwa kita adalah lawan jenis yang punya fitrah saling tertarik, didalam sebuah pengetahuan bahwa kita juga non-mahram yang halal untuk menjadi ‘lebih’ (menikah, red), dan bersamaan dengan usia yang dari ke hari semakin beranjak dewasa, apa mungkin kekuatan kita untuk tetap ‘memurnikan’ persahabatan tersebut menjadi semurni – murninya persahabatan akan tetap sekokoh tembok China seperti saat awal pertama kita meletakkan batu pondasi persahabatan kita???!!!
**Intinya: saat ini aku sangat condong pada ketidakpercayaan bahwa persahabatan antara cowok dan cewek itu ada yang bener – bener murni.
Ehmm… tapi nggak lantas berhenti sampe itu aja. Berhubung aku pernah menjalani persahabatan yang amat dekat dengan cowok, aku lalu mencoba menoleh ke belakang, untuk melihat apakah antara apa yang aku yakini di atas ‘klop’ dengan apa yang pernah aku alami.
Lembar demi lembar cerita persahabatanku di masa SMA hampir tiga tahun lalu berusaha aku telusur satu per satu, aku putar slide demi slide hari – hari kami, aku ingat – ingat rekaman demi rekaman perasaanku atas mereka… tapi kemudian aku tercengang. Karna sekuat apapun aku mencoba mengingat – ingatnya, aku nggak berhasil sama sekali menemukan rekam jejak bahwa aku pernah punya ‘perasaan lain’ sama Amil maupun Andri. Aku hanya menemukan sisa – sisa perasaan kangen saat liburan sekolah yang lumayan panjang tiba, lalu perasaan cemburu saat Andri punya cewek baru yang tidak begitu kami sukai (yang nggak Cuma aku rasain, tapi juga di rasain sama Mami). Bukankah dua perasaan itu bisa dikatakan ‘wajar’ dalam sebuah jalinan persahabatan dekat?! Bukankah perasaan kangen juga sering kita rasakan terhadap sahabat kita yang cewek?! Dan perasaan cemburu juga sering melanda saat sahabat (meskipun cewek) kita punya temen deket lain?!
Jadi sampai disini aku berani bilang bahwa aku sama sekali tidak pernah punya perasaan lain sama 2 sahabat cowokku. Karna tanpa aku sadari, seperti ada ‘jarak’ yang tercipta di hatiku yang menegaskan bahwa ‘nggak mungkinlah!’ aku ada apa – apa sama mereka.
Tapiii… tetap ada yang bantah lagi. Itu kan baru dari sudut pandang perasaanku, lalu bagaimana dengan perasaan mereka terhadapku ataupun Mami??? Ah, aku memang tidak punya argumentasi kuat soal ini. tapi aku kok hampir yakin dan berani mengatakan bahwa mereka pun nggak pernah punya perasaan lain sama aku maupun mami, selain menganggap kami sahabat atau adik! Hal itu aku yakini dari cara mereka memperlakukan kami, dan dari analisis kami tentang ‘selera’ cewek mereka yang hampir nggak ada sama sekali dalam diri kami. Hihihihi….
Tapi selebihnya, Wallahu a’lam sih… hanya Allah dan mereka sendiri yang tau.
Jadiiii… gimana dong kesimpulannya??? Aku sendiri bingung banget sama logikaku yang saling meyerang! Di satu sisi aku nggak percaya ada persahabatan murni cowok dan cewek, tapi di sisi lain aku pernah menjalaninya selama beberapa tahun dan nyatanya persahabatan kami bisa dikatakan murni!! Ah, entahlah…
Rumah Pancur Permai,
Minggu, 26 Desmber 2011