Siang itu, dalam perjalanan pulang dari Semarang, seperti biasa perjalanan saya untuk sampai dirumah terganjal di perempatan Mayong. Saya harus menunggu angkutan yang antri menuunggu penumpang hingga penuh, dan tidak jarang memakan waktu yang lama dan cukup membuat saya mati gaya alias bête abis.
Tapi ternyata benar. Baik atau buruk suatu kondisi itu tergantung dari cara kita menyikapinya. Ya, dan hari itu aku mencoba menikmati. Dan, Ahaa…!!! Saya menemukan objek perhatian yang cukup menarik dan menjadi sumber inspirasi bagi tulisan saya ini.
Tidak jauh dari tempat saya duduk, segerombolan siswi SMA tengah asyik ‘ngrumpi’. Dugaan saya, mereka juga tengah menunggu angkutan sama seperti saya. Sejenak saya tersenyum melihat tingkah polah mereka. Menurut istilah ‘gaul’ – mereka ababil alias ABG2 labil. Bukan, saya bukan tersenyum karna melecehkan mereka. Saya tersenyum karna saya ingat polah tingkah saya waktu seumuran mereka. **kesannya tua bgt ya saya!
Okee… selain asyik mengamati tingkah polah mereka, saya kemudian dibuat tertegun oleh isi obrolan mereka. Hei, saya bukan nguping! Saya nggak sengaja dengar kok, karna jarak mereka memang dekat dengan saya.**sama nggak sih nggak sengaja dengar dengan nguping itu???
Isi pembicaraan yang amat menggelitik saya kurang lebih seperti ini:
A : eh, si X kemarin malem habis maen ke rumahmu ya??
B : iya! Sampe malem banget lho. Soalnya rumahku lagi sepi. Bapak sama ibu lagi pada pergi. Jadi X aku minta nemenin!
C : haayooo… ngapain aja kalian berdua??? **lalu disambut ledekan riuh teman2nya yg lain
A : jangan – jangan kamu (*maaf) ci**m*n ya sama X??
B : idih, sorry ya… X kan belum resmi jadi pacarku, masa’ udah cipokan! Kecuali kalo udah resmi jadi pacarku, nah itu baruuuu….
Reaksi pertama saya saat mendengar potongan percakapan tersebut adalah tertegun, mengerutkan kening, lalu istighfar.
Heemmm… betapa acakadutnya logika banyak orang di jaman sekarang. Kalo si B bilang “kalo udah resmi jadi pacarku”, saya lalu ingin sekali bertanya: lembaga apa yang meresmikan ikatan pacaran?? Lalu sekokoh apa keresmian pacaran hingga membuat seorang wanita merelakan diri dicium oleh seorang pria, dan seorang pria berani – beraninya mencium seorang wanita?? Masyaallah…
***
Okee… kali ini saya ingin bercerita tentang hal lain yang membuat saya kembali tertegun. Cerita yang satu ini merupakan pengalaman kakak saya. Jadi saya dapet cerita dari dia.
Kakak perempuan saya adalah seorang piñata rias pengantin. Nah, jujur, beberapa kali beliau mendapatkan job untuk merias pengantin yang ternyata NBA.
Di salah satu job yang diterima mbak nita beberapa bulan lalu, setelah beres merias pengantin wanita dan mendudukkannya di pelaminan, seorang wanita setengah baya yang mengaku tante (Y) dari si pengantin menghampiri mbak nita.
Y : Mbak, tadi masang stagennya nggak terlalu kencang kan?!
Mbak nita : ya biasa Bu… lha emang kenapa to??
Y : lha kan perutnya ‘udah ada isinya’ mbak… takutnya kalo ntar kenapa – napa!
Mbak nita : (tidak bisa menyembunyikan raut kaget dan heran), Astaghfirullah…. (sambil memegang dada, kaget!)
Y : wheleh mbak, kaya’ gitu kan sekarang udah biasa!!
Astaghfirullah…
Saat itu, mbak nita menceritakannya dengan raut yang masih amat heran. Ternyata dia memikirkan hal yang sama dengan yang ada di benak saya. Betapa ironisnya degradasi moral yang melanda masyarakat kita. Hamil diluar nikah sudah dianggap sebagai ‘hal biasa’. Bahkan oleh seseorang yang masih terhitung keluarga, yang umumnya akan merasa sangat malu dan menanggung aib saat hal seperti itu menimpa keluarganya. Naudzubillah…
Yang lebih membuat miris, hal itu terjadi di wilayah yang tegolong masih ‘berperadaban’ desa. Bukankah selama ini kita menganggap orang desa masih memegang teguh nilai – nilai moral?! Jika masyarakat desa saja ternyata sudah turut mengalami kemerosotan moral yang sebegitunya, lalu bagaimana dengan orang – orang ‘metropolis’?! bukankah ini juga salah satu cermin bahwa logika banyak orang sudah semakin acakadut?!!
***
Mungkin masih amat banyak cerita – cerita lain yang membuat kita mengelus dada. Tentang infotainment yang terkesan ‘mencemooh’ orang yang berpoligami lewat narasinya, tapi justru memberikan narasi yang ‘amat biasa’ seakan mengatakan ‘itu bukan masalah’ saat membahas artis yang kumpul kebo hingga menghasilkan seorang anak. Tentang orang – orang yang menganggap sinis orang – orang yang ingin lebih baik ke-islamannya dengan memberikan predikat ‘sok alim’, ‘sok suci’, dll.
Bagaimana tidak acakadut?! Seharusnya kita berpikir, bukankah amat jauh lebih baik ‘sok alim’ daripada ‘sok bejat’??!!
Semoga Allah terus memberikan petunjuk pada hati kita untuk tetap berjalan pada rel yang sudah di tentukan-NYA. Amin…
Wallahu a’lam bishawab...
**percakapan yang ada dalam artikel ini sebenarnya memakai bahasa jawa. Tapi, demi kenyamanan untuk dibaca, maka saya translate ke bahasa Indonesia.