Malam pertama setelah
Ramadhan…
Di sela – sela hiruk
ikuk sukacita idul fitri hari ini, tiba – tiba sebersit tentang sepenggal kisah
tragis seminggu yang lalu yang menimpa seorang tetangga.
Ingatan yang membuatku
amat miris karna membuatku mafhum bahwa selalu ada dua sisi mata uang di dunia
ini… air mata dan tawa, sedih dan
bahagia, malang dan beruntung… ah, terkadang bahkan semua itu datang bergiliran
dengan amat ironis…
Malam itu malam minggu,
tepat seminggu sebelum hari raya idul fitri. Sepasang suami istri berniat
membelikan sebuah baju untuk putrid mereka tercinta yang baru berumur 3 tahun.
Mereka pergi bertiga dengan memakai sepeda motor, tepat seusai buka puasa. Dan
entah apa pasal, bahkan belum genap setengah dari jarak yang akan mereka
tempuh, malang datang menyapa tanpa pernah mereka mampu mengelaknya. Kecelakaan
tunggal, entah bagaimana kronologisnya… si suami patah tulang di dua bagian
tubuhnya, dan si istri gegar otak dan harus menyerah pasrah di hari ketiga pada
dekap Izrail. Sedang si putri kecil Alhamdulillah hanya lecet – lecet sedikit…
tapi, bukankah luka hatinya amat jauh lebih menganga karna ia harus kehilangan
ibunda di usia yang masih amat belia??
Ya Allah… bukankah
mereka belum lama mengecap manisnya rumah tangga? Bukankah mereka entah berapa
menit sebelumnya baru saja berbincang tentang rencana hari raya, tentang baju
baru putrid mereka… ah, tapi bukankah sedih dan bahagia memang selalu hanya
terhijab sehelai tissue, selalu bersisian dan tak terpisahkan...
Ironisnya… pihak
keluarga almarhum, terutama ibunya masih belum bisa benar – benar berlapang
dada. Ada nada – nada sedikit menyalahkan si menantu atas kelalaiannya malam
itu yang membuat kecelakaan itu terjadi, dan menyebabkan putrinya meninggal.
Ada pula slentingan – slentingan “mungkin” dari beberapa kerabat… ‘kalo dulu nggak nikah sama dia, mungkin
belum meninggal…’, ‘kalo semalem nggak pergi, mungkin nggak kejadian’, dan
kalo – kalo serta mungkin – mungkin yang lain…
Apa hikmah yang aku
ambil??
Yang pertama tentang
larangan berandai – andai dengan berkata ‘kalo
– mungkin’. Aku baru mulai paham apa alasannya. Menurutku dengan berkata
seperti itu membuat kita akan amat jauh lebih sulit untuk berlapang dada
menerima berbagai ketentuan Allah. Di tiap kecelakaan, mungkin memang 90% selalu
ada unsur kelalaian. Tapi jika udah terjadi, bukankah kita hanya patut
mengambil pelajaran agar lebih hati – hati, lalu bertawakal yang sudah
terlanjur terjadi?
Lalu aku juga sempet
merenung tentang ‘kalo nggak nikah sama
dia…’
Betapa tiap takdir itu saling bertautan, terangkai
menjadi sebuah jalan cerita, dan membentuk sebuah kisah dan sejarah bagi masing
– masing jiwa. Keputusan kita hari ini akan menentukan jalan cerita kita
selanjutnya, dan takdir kita hari ini akan terhubung rapi dengan takdir kita
selanjutnya… begitu kan? Yang jelas, aku percaya Allah nggak akan sedikitpun
salah atas segala keputusan-NYA, meski bukan pula berarti kita jadi pasrah
berpangku tangan atas hidup kita.
Semoga Allah senantiasa
menjaga kita dari marabahaya, serta menjaga kita senantiasa ada dalan kebaikan
dan lindungan-NYA…
NB:
Mohon maaf lahir batin atas segala khilaf yang mungkin terselip di beberapa
tulisan.
Happy
Idul Fitri 1433 H, semoga kita termasuk orang – orang yang kembali pada fitrah
Rosa, 19 Agustus
2012
Be First to Post Comment !
Posting Komentar
Terimakasih telah berkunjung, tinggalkan kesanmu ya :)