“Kesalehan seseorang
tidak bisa dinilai sekedar dari mulut atau penampilannya saja,” begitu
kira-kira quote dari salah satu novel favorit saya, karya Tere Liye. Dan saya
setuju. Karna apa? Karna saya melihat kebenaran dari kalimat itu, bahkan dari
diri saya sendiri.
Saya ini pinter ngomong
macem-macem. Sering sekali menasehati teman yang sedang curhat, seolah saya
sudah pinter dan sering mengamalkan apa yang saya nasehatkan. Padahal
kenyataannya? Nol besar. Omong kosong. Saya lebih sering hanya bisa
menasehatkan, tapi amat kepayahan untuk mengamalkan. Duh, padahal di Al-qur’an
tertulis jelas tentang ancaman untuk orang yang bicara tapi tidak mengamalkan kan yah?! T.T
Salah satu contohnya,
*yang saat ini sedang saya rasakan* adalah soal syukur. Rasa-rasanya saya
sering nasehati sahabat saya yang hobi galau (baca: isty) tentang itu. Tapi
saya sendiri, coba lihat? Hamper nggak pernah melewati hari tanpa keluhan.
Selalu merasa ada yang kurang dari hari-hari dan hidupku, selalu berharap lebih
untuk apapun yang saat ini ada dalam genggaman. Duh, Allah… sebegitu
menjijikannya-kah akhlak saya?? Hingga mata saya seolah tertutupi oleh begitu
pekatnya ribuan titik hitam dosa untuk bisa melihat betapa sebenarnya Allah
selalu dan selalu member apapun yang saya butuhkan. Sebegitu bodoh-kah saya,
hingga saya seperti tak punya kemampuan untuk berucap “Segala puji hanya
bagiMU, Rabb…” dari hati yang paling dalam, dari kejujuran yang paling jernih.
Ahh, apalgi di
saat-saat seperti ini… detik-detik menjelang kedatangan tami rutin (bukan hal
tabu kan ya?!). entah tersugesti oleh anggapan tentang pengaruh perubahan
hormon wanita yang cenderung menjadi lebih sensitive saat menjelang menstruasi,
atau bagaimana… saya kok jadi seolah sangat punya hak untuk selalu emosi,
uring-uringan, menganggap ini-itu salah, dia-mereka menyebalkan, dan sebagainya
dan sebagainya. Hmm… kalau dipikir-pikir, memangnya dalam tiga minggu masa suci
saya, ada berapa gelintir amal sholeh yang saya cetak, hingga berani-beraninya
melakukan “dosa rutin” seperti itu?! Astaghfirullah… astaghfirullah…
Yah, saya nggak punya
tujuan apapun dari tulisan ini. Ini kan “rumah” saya kan ya? Jadi boleh kan
saya mengeluarkan uneg-uneg bahkan yang amat memalukan ini. Emm, oh ya… tapi
sepertinya saya harus memberi pesan seperti di tayangan-tayangan kekerasan di
acara berita televisi: JANGAN DITIRU!!
Rumahku,
07 Oktober 2012
Be First to Post Comment !
Posting Komentar
Terimakasih telah berkunjung, tinggalkan kesanmu ya :)