Ya,
lagi-lagi saya (harus) menulis tentang jodoh. Semoga nggak lantas diartikan
bahwa saya adalah “galauers” yang tengah mengekspos kegalauan saya.
Kalaupun saya memang galau, setidaknya saya berusaha mengarahkan energi galau
saya ke arah yang positif. hehe
Jodoh.
Tema itu seperti nggak pernah ada habisnya ya untuk dibicarakan dan
dikembangkan. Apalagi di kalangan gadis-gadis seumuran saya. Umur sudah cukup,
sekolah sudah selesai, sudah kerja pula. Tahapan apalagi yang terpenting setelah
itu kalau bukan menikah?!
Bohong
kalau saya bilang nggak galau tentang hal satu itu. Apalagi ketika sepupu terdekat
yang seumuran dengan saya telah dilamar oleh pacarnya. Gimana situasi batin saya
nggak runyam? Belumlah harus sibuk menata hati sendiri agar tetap meyakini
bahwa semua ada waktunya masing-masing, sudah diharuskan pula menjawab banyak
pertanyaan saudara-saudara tentang “kamu kapan”, “sudah punya calon belum”,
“kok bisa belum punya”, dll.
Andai semua orang memahami bahwa terkadang ada pertanyaan bermotif
peduli justru membuat nggak nyaman hati yang ditanya. Ah, tapi mungkin justru
di situ-lah letak ujiannya. Mungkin ujian terberat pada fase ini bagi saya adalah
orang tua. Meski tertatih, Insya Allah saya bisa menata hati dan bersabar menanti
lelaki yang Allah siapkan untuk saya datang. Tapi untuk memastikan bahwa Bapak
dan Ibu pun turut menata hati dan bersabar bersama saya, sulit sekali rasanya.
Sampai
hari ini baru sekali saya merasakan jatuh cinta. Benar-benar baru satu orang yang
bikin saya nggak bisa tidur karna terus kepikiran, nangis sesenggukan di malam
sunyi karna kangen, dan berbagai tingkah aneh lainnya. Malangnya, saya jatuh
cinta pada orang yang salah. Kenapa salah? karna dia dan saya nggak se-iman.
Lebih malangnya lagi, saya baru tau kalo dia bukan muslim setelah cinta itu tumbuh
bersemi. Ah, tapi kisah itu sudah tertinggal jauuuh sekali. Dan saya bersyukur
pernah melewati fase itu. Fase yang benar-benar mengajarkan banyak hal. Namun
anehnya, lima tahun lebih kisah itu terlewat, saya belum pernah lagi merasakan
jatuh cinta. Mungkin Allah mengabulkan doa kecil yang pernah saya ucapkan ketika
tengah dibuat tak berdaya oleh “cinta yang salah” saat itu. “ya Allah, buat saya jatuh cinta (lagi)
hanya pada laki-laki yang Engkau takdirkan sebagai suami saya”
Emm,
tapi kalau coba saya renungkan, meyakinkan
diri sendiri untuk akhirnya bilang, “ya, saya bersedia menikah denganmu!” juga
nggak semudah yang saya bayangkan. Kalau lagi mengkhayal sih saya selalu sesumbar
bahwa saya akan langsung berkata “iya!” kalau ada laki-laki baik yang datang
pada saya. Kenyataannya? Nggak sesederhana itu. Pernikahan bukan sembarang ikatan.
Ia adalah sebuah “Perjanjian yang kuat” antara dua manusia dengan saksi Rabb-nya.
Banyak yang harus dipertimbangkan dan dipikirkan secara matang, sebagai salah
satu ikhtiar pertama menjadikan ikatan tersebut berlanjut hingga Surga-Nya.
Saya
pernah diajak menikah sama seseorang yang belum begitu saya kenal menikah. Dia tiba-tiba
telfon, bilang jatuh cinta pada saya, sudah istikhoroh berkali-kali dan yakin
bahwa saya jodohnya. Aduh, tapi waktu itu saya masih kecil. Kuliah saja belum
selesai. Kalau sekarang, yang kadang bikin kepikiran tu soal jarak. Keluarga saya
bukan tipe perantau, nggak biasa hidup saling berjauhan. Apalagi saya bungsu.
Kakak saya bilang “trayek” jodoh saya antara Jepara-Kudus aja kalau bisa. Tapi
jodoh kan rahasia Allah, kan? Bumi Allah membentang teramat luas, dan kita
nggak boleh menyempitkan apa-apa yang sudah di luaskan oleh-Nya.
Intinya
tetep “sabar” sih, ya. Terutama sabar menjaga kehormatan diri. Berapa banyak
orang yang “nggak sabar” menanti jodoh terbaiknya datang, lalu “menjajakan”
dirinya secara “murah”? Naudzubillah. Sabar untuk tetap berprasangka baik pada
Allah, dan tak lelah melangitkan doa-doa terbaik kita. Semoga Allah membuat saya
tetap sabar dan memudahkan hati saya yang sudah lamaaa sekali “terkunci” untuk
kembali membuka saat seorang lelaki sholih datang pada wali saya. Aamiin
oOo
Tulisan ini disertakan dalam Giveaway Novel Perjanjian yang Kuat
Komentar ini telah dihapus oleh pengarang.
BalasHapusSetuju banget mba....sepertinya kita senasib :D
BalasHapushihihi.... semangaaaat Mbak :)
Hapussaya mau ikut dobrak kunci hatinya boleh? :p
BalasHapusAyook2... silahkan kalo bisa :P :D
BalasHapushehe, kalo jodohnya jauh memang jadi mikir lagi. jadi mending nyari yang deket aja :D
BalasHapusMasalahnya, nyarinya kemana, Mbak?? haha...
BalasHapusJatuh cintanya setelah menikah saja :D Makasih dah ikut GA-ku ya...
BalasHapusIyaa Mbak, Insya Allah :)
BalasHapussama2 Mbak leyla,terimakasih telah berkunjung :)