"Barangsiapa menghendaki kehidupan dunia dan perhiasannya, pasti Kami berikan (balasan) penuh atas pekerjaan mereka di dunia (dengan sempurna) dan mereka di dunia tidak akan dirugikan. Itulah orang-orang yang tidak memperoleh (sesuatu) di akhirat kecuali neraka, dan sia-sialah di sana apa yang telah mereka usahakan (di dunia) dan terhapuslah apa yang telah mereka kerjakan." (Terjemah QS. Hud: 15-16)
Dunia dan akhirat bukan dua hal yang boleh saling mengalahkan. Harusnya keduanya berjalan imbang. Nyatanya? Seringkali keinginan atas dunia masih jauh lebih besar dibanding keinginan atas akhirat. Saya sedang membicarakan diri saya sendiri :(
Kemarin malam hati saya dibuat ngiluuu sekali oleh curhatan seorang teman melalui inbok FB. Dia mengabarkan bahwa rencana pernikahan yang sedianya akan diselenggarakan usai lebaran nanti batal. Sampe situ saya baru 'sekedar' kaget. Lalu kekagetan saya menjelma menjadi 'marah' saat teman saya menceritakan tentang alasan si lelaki 'menyudahi' semuanya begitu saja.
"Katanya, setelah beberapa kali dia sholat memohon petunjuk, ternyata wajah saya nggak pernah muncul. Dia bilang, bagi Allah aku nggak baik..." begitu kurang lebih intinya alasan yang teman saya ceritakan.
Hah?? Saya terhenyak seketika. Seenteng itukah laki-laki itu memperlakukan perasaan wanita? Jujur saya sempat emosi. Memang sebaik apa dia? Atau setinggi apa ilmunya hingga 'pintar' sekali mengartikan 'penilaian' Allah atas seseorang?
Oke, misalpun ternyata petunjuk yang dia raba benar, bahwa teman saya memang tidak baik buat dia, apa nggak bisa dia 'lebih' menjaga perasaan wanita yang sempat ia perjuangkan? Kenapa dia cuma dateng ke kost teman saya lalu 'menyudahi' semuanya begitu saja, padahal semua sudah nggak lagi sederhana urusannya? Kalo dia laki-lali baik-baik dan bukan 'banci', dateng dong ke orangtuanya, jelaskan semuanya dengan sama meyakinkannya seperti saat minta ijin untuk akan menikahi.
Terlalu pengecut dan tidak berperasaan rasanya kalo merasa cukup menjelaskan pada si wanita lalu membiarkannya pasang badan sendirian untuk mengatasi luapan kekecewaan dan luka hati orang tuanya. Ya Allah... Sungguh hati saya turut luka. Apalagi saat teman saya bercerita bahwa tadinya ibunya nggak begitu sreg pada sosok si laki-laki terkait masa lalunya. Lalu akhirnya teman saya terus berusahan meyakinkan ibunya dan akhirnya berhasil. Bisa bayangkan betapa teman saya gentar menyampaikan pada bapak-ibunya, sementara si laki-laki merasa semuanya sudah 'beres'??!! Allah....
Saya tau jodoh sepenuhnya urusan takdir langit. Saya tau sengotot apapun kita memperjuangkan seseorang akan tetap nihil hasilnya kalo Allah nggak menggariskan dia buat kita, saya juga tau Allah Maha membolak-balik hati. Saya tau dan saya sepenuhnya percaya tentang hal itu. Tapi semua itu sama sekali nggak berarti kita (terutama laki-laki dalam hal ini) menganggap simple hal-hal seperti itu.
Entahlah. Rasanya saya ikut terluka, meski nggak bisa berbuat banyak kecuali berusaha terus memeluk teman saya melalui doa. Cerita dia seperti menambah satu lagi rasa was-was saya terhadap laki-laki, di tengah berbagai kasus wanita yang tersakiti atas sikap mereka.
Tiba-tiba saya teringat kutipan dari penulis kondang - Asma Nadia. "Jika cinta bisa membuat seorang wanita bertahan hanya pada satu cinta, kenapa tidak begitu dengan pria?"
Entahlah. Saya ingin tetap berkhusnudzon bahwa tetap masih banyak laki-laki baik di luar sana, termasuk yang kelak ditakdirkan untuk saya. Karna saya yakin Allah sesuai persangkaan hambaNya. Aamiin.
Untuk teman saya, semoga Allah menguatkannya, lalu menggantikan untuknya dengan yang jauh lebih baik. Saya tau dia pantas untuk tidak pantas mendapatkan laki-laki itu, karna laki-laki itu tidak cukup baik untuknya.
Semoga Allah berkenan segera memberikan obat untuknya. Aamiin.