Sudah jalan tiga minggu saya gak pulang. Pulang ke rumah yang saya kenal sebagai 'rumah' sejak pertama saya mengenal kata rumah. Saya harus memperjelas, karna sekarang saya punya lebih dari satu rumah.
Tiga minggu tuh rekor banget buat saya. Hampir belum pernah kayaknya. Dulu, dua minggu gak pulang aja saya nangis-nangis. Sekarang? Ini akhirnya nangis juga =)) Tapi gak segundah dulu sepertinya. Mungkin karna saya punya alasan kuat demi apa dan untuk siapa saya gak pulang.
Saya masih ada di kota yang sama dengan saat sebelum menikah. Tapi gak tau kenapa, saya merasa semakin jauh dari rumah. Mungkin karna saya sadar, semua sudah gak sama lagi. Kalo dulu, pengen pulang ya pulang. Sekarang sudah gak mungkin. Ada ijin yang harus saya dapat terlebih dahulu, dan ada berbagai pertimbangan yang harus saya pikirkan. Awal saya menyadari tentang ini -- tentang saya yang gak bisa lagi pulang kapanpun saya mau -- ini perkara yang cukup berat buat hati saya. Seperti dibangunkan paksa saat tengah tertidur amat lelap. Bisa bayangkan, kan? Karna tadinya saya gak kepikiran. Saya pikir nikah ya nikah aja. Gak akan ngaruh soal agenda pulang ini. Jadi bisa dibilang persiapan hati yang saya lakukan mendadak.
Dulu, setiap merasa rindu, saya akan segera pulang. Kini, rindu dan pulang tak lagi berjalan beriringan.
Selalu ada hikmah di balik segala yang terjadi, saya percaya itu. Hikmahnya, semakin saya merasa jauh dari rumah, semakin saya tau betapa berharga rumah itu beserta semua penghuninya. Semakin saya gak bisa pulang sesuka hati, semakin saya tau bahwa rumah itu adalah tempat pulang paling nyaman setelah semua kelelahan rutinitas. Bukan berarti rumah saya yang lain gak nyaman. Kata 'paling' itu menunjukkan ada yang lain yang juga nyaman :)
Ya, Paling nyaman, gak peduli seberapa pas-pasannya fasilitas yang ada di dalamnya. Paling nyaman, karna saya gak perlu mengkhawatirkan apapun saat di sana. Saat PMS seperti saat ini misalnya. Dulu, waktu masih di rumah, saya akan menuruti keinginan tubuh dan hati saya untuk seharian di kamar hanya tidur-tiduran. Sekarang gak mungkin, karna memang gak seharusnya. Saya punya kewajiban dan tanggung jawab yang gak mungkin saya terlantarkan begitu saja hanya karna saya lagi PMS.
Tapi mungkin bener. There is no growth in the comfort zone (Baca juga: TUMBUH). Kalo terus-terusan ada di rumah, mungkin saya gak akan 'tumbuh'. Mungkin saya akan terus-terusan jadi orang yang gak tau gimana seharusnya jadi 'wanita' dengan segala tugas dan tanggung jawabnya. Karna di rumah itu ada malaikat yang terlihat, yang akan selalu senang hati melayani saya, hingga kadang tak kuasa bersikap tegas demi mendidik saya agar tak terus terlena menjadi putri kecilnya. Ya, dia ibu saya.
Saya ridho ada seseorang yang kini mengatur ritme pulang saya. Saya ridho, Insya Allah. Kalo saya sedikit ngeluh kayak gini, bukan berarti saya gak ridho. Saya hanya sedang berproses membuat hati saya terbiasa. Dan menulis di sini, selalu menjadi self-healing yang ampuh buat saya. Demi Allah ini bukan tentang saya gak nyaman atau gak krasan di rumah saya yang sekarang. Saya nyaman. Saya krasan. Saya hanya sedang rindu.