Entah kenapa saya amat tertarik tentang hubungan antara menantu wanita dengan ibu mertua, bahkan sejak saya masih gadis unyu-unyu (?). Bahkan, tulisan dengan pengunjung terbanyak, sekaligus dengan komentar-komentar paling dahsyat adalah tulisan yang bertema seputar menantu wanita dan ibu mertuanya.
Saya pernah ada pada fase dimana saya merasa takut sekali pada bayang-bayang sosok ibu mertua saya kelak. Tapi seiring berjalannya waktu dan kedewasaan yang semakin meningkat, saya mulai punya sudut pandang baru tentang bayangan sosok ibu mertua. Salah satu yang membantu saya menemukan sudut pandang baru mungkin adalah bergabungnya saya di grup obrolan yang para anggotanya sebagian besar terdiri dari para wanita yang sudah menikah.
Dari mereka saya belajar banyak tentang bagaimana memposisikan diri sebagai menantu wanita, dan bagaimana membangun hubungan baik dengan ibu mertua. Kenapa membangun hubungan baik dengan ibu mertua begitu penting? Karena bagaimanapun, seorang laki-laki (suami) tetap wajib menomorsatukan ibunya sebagai bentuk bakti, dan kita wanita (istri) wajib mendukung beliau dalam hal itu. Apa iya kita bisa dengan ikhlas mendukung suami menomorsatukan ibunya, sedangkan kita gak punya hubungan baik dengan beliau? Rasanya sulit.
Seperti minggu lalu. Saat terjadi obrolan seru di salah satu grup yang membahas tentang hubungan menantu wanita dan ibu mertua. Ternyata hal itu memang menjadi salah satu tantangan 'seru' di masa-masa awal pernikahan. Salah satu teman (lupa siapa) melontarkan sebuah kalimat yang membuat saya sadar. Kalimatnya kurang lebih, "Kita seringkali hanya sibuk mengurusi ketakutan kita pada sosok ibu mertua, dan kadang lupa bahwa ibu mertua juga punya ketakutan yang bahkan mungkin lebih besar. Takut apakah anak laki-laki yang selama ini ia rawat dan ia sayang, akan diurus dengan baik oleh menantu wanitanya atau tidak". Hihi, iya juga ya... Jadi kedua belah pihak sebenarnya punya ketakutannya masing-masing.
Salah satu anggota grup, yaitu Mbak Eni Martini -- seorang ibu dari 4 orang anak sekaligus blogger dan penulis novel -- juga sempat menceritakan pengalamannya dalam berusaha membangun hubungan baik dengan mertuanya. Ya, dalam kasus Mbak Eni, usahanya gak hanya dengan ibu mertua, melainkan juga dengan bapak mertua. Di beberapa tahun pertama pernikahan, hubungan Mbak Eni Martini dengan mertua cenderung agak alot. Mbak Eni Martini yang cenderung tomboy dan cuek, dipandang kurang sesuai dalam beberapa hal oleh mertuanya yang sangat 'njawani'. Konflik demi konflik terjadi, tapi Mbak Eni tetap teguh untuk berusaha untuk bisa mengambil hati mertuanya. Ia mengesampingkan segala ego, dan menanamkan dalam hatinya bahwa bagaimanapun, mereka (mertuanya) adalah orang yang telah membentuk laki-laki yang kini mencintainya. Dan keteguhan hatinya selama beberapa tahun akhirnya membuahkan hasil. Kini, hubungannya dengan mertua cukup harmonis.
Sebagai calon menantu wanita yang sebentar lagi Insya Allah agar segera jadi menantu, saya pun penasaran. Apa sih tips-tips untuk bisa membangun hubungan yang baik dengan mertua menurut Mbak Eni Martini? Nah, ini dia ternyata tipsnya :)
1. Tulus untuk segala hal yg kita lakukan
2. Menyadari sepenuh hati bahwa mereka adalah orangtua dari laki-laki yg mencintai kita
3.Jangan banyak cerita hal buruk mertua ke suami, karna bisa merenggangkan hubungan antara anak (suami) dengan orangtuanya
4. Tetap menjadi diri sendiri secara positif agar mertua dapat menerimamu apa adanya
5.Jangan kuasai suamimu, tapi juga beri batasan antara kewajibannya sabagai anak dan kewajibannya sebagai suami dan bapak
Lima point di atas, tentu saja harus disesuaikan dengan situasi dan kondisi masing-masing orang. Dari cerita Mbak Eni, inti yang saya tangkap untuk bisa membangun hubungan baik dengan mertua, hal pertama yang harus dilakukan adalah menanamkan kesadaran bahwa bagaimanapun mertua adalah orangtua dari suami kita dan tanpa mereka suami kita gal akan jadi seperti yang kita kenal saat ini, bahkan mungkin gak pernah ada.
Berikut adalah beberapa karya Mbak Eni Martini yang bercerita tentang
kehidupan rumah tangga, termasuk hubungan antara mertua dan menantu:
Beberapa karya Eni Martini |
Mbak Eni kapan ya nulis buku tips hubungan menantu-mertua? Hihihi
BalasHapusIya ya mbak, kapan yaa... kayaknya saya pasti bakal baca kalo beliau nulis tema itu. Hehehe
HapusSaya gak punya mertua lagi, hiiiks
BalasHapusJadi ga bisa ngrasain gimana punya mertua kayak temen2 yg lain ya mbak :)
Hapuspernah ada tetangga berantem sama istrinya,. dialognya seperti ini :
BalasHapusIstri : Ok,.. kalau mas tidak mau mengalah pulang kan saya kerumah orang tuaku.
Suami : ok,.. siapa takut, saya pulang kamu kerumah orang tua mu dik, dan saya juga pulang ke rumah mertua ku...
hahayy...
Ahahaha, kreatif iiihh jawabannya... pasti istrinya malah jd ketawa tuh
HapusHahaha ..problem mertua dan menantu memang selalu saja ada ya.. dan kitalah yang harus menyesuaikan sebab mertua adalah orang tua kita juga
BalasHapusYup, iya mbak.. sebagai anak harusnya kita yg mengerti mereka, bukan justru memaksa mereka mengerti kita...
Hapusciyee oca sambil belanjar nih ;)
BalasHapusiyaaa memang mbak :D
Hapusmertua dan menantu wanitanya selalu menjadi topik yang hangat untuk di perbincangkan yah Mba Rosa :)
BalasHapussuka sama tipsnya yang no. 5, hihihi :D
Iyaa mbak, dan banyak yang kepo soal ini... hihi
HapusAku belum punya mertua :D
BalasHapusSemoga segera punya, yaaaa mbak :)
Hapusahaaaaa aku baper baca tulisan ini mbak rosa :'(
BalasHapusBayangne yang baik-baik aja deh tentang ibuk-dan bapak (camer) hehheee
Makasih tips nya yah Mbak Rosa :*