Beberapa hari lalu saya sempat resah. Selama hampir enam bulan berperan sebagai istri, saya merasa belum bisa mengelola keuangan keluarga dengan baik. Padahal tiap bulan gak pernah sampai defisit sih, masih selalu bisa nabung juga meski nominalnya belum sebesar nominal yang disarankan oleh pakar-pakar keuangan keluarga. Tapi saya merasa pengelolaan keuangan saya masih buruk, karna gak ada kalkulasi, gak ada plot-plot tertentu. Jadi grambyang, seperti air mengalir saja. Hingga akhirnya saya sering tiba-tiba bengong saat buka dompet. Lho, kok uang tinggal segini? terpakai buat apa saja, ya?
Di awal-awal pernikahan, saya memang sempat mencatat secara detail setiap pengeluaran. Tapi biasa, gak lama berjalan saya mulai bosan. Ah, toh gak ada pengeluaran yang sia-sia, semua uang terpakai ya memang untuk sesuatu yang kami butuhkan, jadi buat apa dicatat-catat segala. Begitu pikir saya.
Beberapa hari lalu, qodarullah saya ketemu beberapa postingan teman bloger yang membahas tentang keuangan keluarga. Saya baca satu persatu dan berusaha saya pahami. Lalu saya mengajak suami saya rapat. Haha, iya, waktu itu saya bilang, "Mas, ayo kita rapat keuangan!". Saya ceritakan keresahan saya yang merasa masih belum bisa mengelola keuangan dengan baik. Kemudian saya ceritakan isi postingan tentang pengelolaan keuangan keluarga yang saya baca. Dan diskusi pun mengalir. Dari diskusi tersebut, kami akhirnya merumuskan garis besar pengelolaan keuangan keluarga kami. beberapa hal inilah diantaranya:
Menyepakati Nominal Menabung Tiap Bulannya
Saya dan Mas Suami sepakat untuk menentukan berapa kami harus menabung setiap bulannya, untuk kemudian memakai kelebihannya untuk pengeluaran. Hal ini sesuai dengan apa yang pernah kami baca, bahwa menabung itu seharusnya ditentukan di awal, sebelum menentukan pengeluaran. Jika menabung ditentukan setelah pengeluaran, rasanya hampir pasti nabungnya jadi kecil banget, atau bahkan gak jadi nabung karna sudah habis dianggarkan.
Menentukan Kelompok Pengeluaran Bulanan
Setelah menyepakati berapa nominal yang akan kami tabung tiap bulannya, kami mengelompokkan jenis-jenis pengeluaran bulanan kami. Pengelompokannya antara lain terdiri dari, pengeluaran primer, sekunder dan tak terduga. Pengeluaran primer adalah pengeluaran rutin yang pasti terjadi. Seperti, belanja lauk-pauk, peralatan mandi, sabun cuci, dll. Sedangkan sekunder bisa berupa buku, jilbab, atau makan di luar.
Pada bagian ini, saya dan Mas Suami berusaha memfilter antara kebutuhan dan keinginan. Soalnya kalau gak difilter, akan rawan terjadi kebocoran anggaran gara-gara mengira keinginan sebagai kebutuhan yang harus segera dipenuhi. Seperti kemarin, saat Mas Suami lihat iklan tablet terbaru, ia hendak segera membelinya. Tapi lalu saya ingatkan, sepertinya budget bulan ini belum memungkinkan untuk itu. Semoga bulan depan bisa :)
Pada bagian ini, saya dan Mas Suami berusaha memfilter antara kebutuhan dan keinginan. Soalnya kalau gak difilter, akan rawan terjadi kebocoran anggaran gara-gara mengira keinginan sebagai kebutuhan yang harus segera dipenuhi. Seperti kemarin, saat Mas Suami lihat iklan tablet terbaru, ia hendak segera membelinya. Tapi lalu saya ingatkan, sepertinya budget bulan ini belum memungkinkan untuk itu. Semoga bulan depan bisa :)
Menyiapkan Tempat Untuk Mengeposkan Anggaran Berdasarkan Kelompok Pengeluaran
Setelah pengeluaran bulanan berhasil kami kelompokkan, Mas Suami usul untuk memisahkan uang-uang tersebut ke dalam amplop-amplop yang berbeda sesuai anggaran yang telah kami sepakati. Aha, ide bagus! Tapi ide tersebut sedikit saya modifikasi, karna saya merasa penggunaan amplop kurang praktis. Kebetulan saya punya dompet yang memiliki beberapa kantong terpisah. Kenapa gak pakai itu saja, kan? :)
Begini ya ternyata berumah-tangga itu. Segala sesuatu harus dikomunikasikan dan didiskusikan, apa lagi soal keuangan. Entah kenapa, meskipun background pendidikan saya adalah akuntansi, saya tetap merasa mengelola keuangan merupakan salah satu tantangan bagi peran baru saya sebagai istri. Tapi saya harus optimis, ya. Mungkin karna belum terbiasa saja :)
Setelah pengeluaran bulanan berhasil kami kelompokkan, Mas Suami usul untuk memisahkan uang-uang tersebut ke dalam amplop-amplop yang berbeda sesuai anggaran yang telah kami sepakati. Aha, ide bagus! Tapi ide tersebut sedikit saya modifikasi, karna saya merasa penggunaan amplop kurang praktis. Kebetulan saya punya dompet yang memiliki beberapa kantong terpisah. Kenapa gak pakai itu saja, kan? :)
Begini ya ternyata berumah-tangga itu. Segala sesuatu harus dikomunikasikan dan didiskusikan, apa lagi soal keuangan. Entah kenapa, meskipun background pendidikan saya adalah akuntansi, saya tetap merasa mengelola keuangan merupakan salah satu tantangan bagi peran baru saya sebagai istri. Tapi saya harus optimis, ya. Mungkin karna belum terbiasa saja :)
KAlau saya lebih nyaman suami aja yang ngurus. Awalnya saya tapi kok malah ribet sendiri :D
BalasHapusYang susah tu membedakan antara keinginan atau kebutuhan. Kadang jadinya kebutuhan untuk memuaskan keinginan. :D
BalasHapus