Pernah dengar gak ada orang yang bilang, "24 jam bagiku terasa kurang!" ?
Saya pernah. Dan dulu saya merasa itu gak lebih dari kalimat gombal. Halah, sesibuk apa sih sampai waktu 24 jam terasa kurang? Kecuali Pak Jokowi dan orang-orang penting gitu kali ya,
Lalu pernah juga seorang mentor pengajian pekanan di kampus dulu bilang, "istirahatnya seorang muslim itu nanti, ketika kaki sudah menginjak surga" -- saat beliau tengah menerangkan tentang dunia sebagai tempat beribadah dan berjuang.
Diam-diam saya juga mencibir. Halah Mbak, di kost juga kerjaan saya gegoleran tiap hari. Kelamaan lah kalo istirahatnya nunggu di surga 😂
Kalau dipikir-pikir sekarang, kok saya ternyata geblek banget yaa dulu. Haha.
Iya, terutama kalau mikirnya hari ini. Minggu ini. Dimana saya seperti baru menemukan moment -- 'ohhh, ini to ternyata maksudnya!' -- untuk kalimat-kalimat semacam di atas.
Saya baru tau rasanya. Ternyata gak perlu jadi orang sepenting Pak Jokowi untuk merasa 24 jam terasa kurang.
Kerjaan kok rasanya adaaaaa aja. Gak ada habisnya. Pagi-sore kerja. Sampai rumah nemenin Faza main, sambil melirik tumpukan baju yang barusan diangkat dari jemuran. Begitu Faza tidur, nyetrika -- sambil melirik novel yang pengen saya baca. Pas udah kelar nyetrika (dikelarin paksa -- karna tumpukan setrikaan seperti gak pernah mau berkurang), akhirnya baca novel beberapa lembar, eh inget pengen nyicil nulis buat blogpost. Dan lain-lain, dan lain-lain.
Iya sih, semua kesibukan saya di atas mungkin gak ada apa-apanya dibanding orang-orang super produktif di luar sana, Ah, gitu doang. Cuma remah rengginang itu sih!
Tapi tolong dipahami. Ini saya, yang tadinya kerjaannya cuma gegoleran di kasur. Waktunya makan tinggal makan. Semua tau beres.
Dan entah kenapa kalimat Mbak Mentor tentang "istirahatnya seorang muslim adalah ketika kaki sudah menginjak surga" itu tiba-tiba sering terngiang di telinga. Seperti sebuah suntikan semangat, di tengah badan yang sudah loyo tapi masih harus masak dan nyuci piring.
Iming-iming surga benar-benar jadi ide bagus yang bikin saya tetap berjuang menyelesaikan segala tugas dan kewajiban.
Kadang (atau sering?) saya nyesel. Nyesel atas buanyaakkknya waktu yang saya sia-siakan begitu saja di waktu lapang saya dulu. Duh Gustiiii, segitu gak berfaedahnya hidup saya saat itu.
Sekarang ketika sudah banyak tugas menanti, eh baru muncul ide pengen belajar ini-itu. Pengen melakukan ini-itu. Dulu kemana aja sih :(
Saya kadang pengen jadi orang insom. Bisa tidur laruuuttttt banget gitu biar bisa melakukan banyak hal di luar kerjaan kantor, dan mumpung Faza tidur. Tapi kok Allah baik banget selalu ngasih saya rasa ngantuk biar badan saya istirahat :')
Jadi percayalah, jika ada anak-anak muda belia yang kebetulan baca tulisan ini, tolong diingat. Nasehat tentang jangan menyia-nyiakan waktu itu sungguh bukan bualan belaka. Manfaatkan waktu luangmu, atau kalian akan menyesal seperti saya saat ini.
Hmm, mungkin sayanya aja yang manajemen waktunya masih buruk sih. Maaf kalau lebay. Padahal apalah saya, gak sesibuk itu sih sampai merasa 24 jam kurang. 24 jam adalah waktu ideal dan terbaik sesuai takaran Allah :)
Saya cuma mau bilang sekali lagi. Jangan menyia-nyiakan waktu.
Dulu waktu masih sangat 'aktif' menjarah hahaha menjarah ... pokoknya dulu itu saya pernah nulis waktu 24 jam sehari itu kurang ... padahal aktivitasnya yang kebanyakan sampai ngedrop. Sekarang sih tidak berpikir begitu lagi. Kalau memang tidak bisa diselesaikan hari ini ya besok saja :D terkhusus pekerjaan yang tingkat urgensinya tidak tinggi.
BalasHapusBangeeettttt..
BalasHapusBeneran ya, ada saatnya 24 jam itu terasa amat sangat kurang hiks, tapi itu menandakan kita produktif kali ya mba.
Saya nih, pengen nambah 2 atau 4 jam lagi deh, luamayan buat menulis saat anak bobo hahaha
Rasanya 24 jam itu kurang, padahal semua itu untuk kerjaan yang urgen hiks
iya. rasanya pingin punya extra energy supaya 24 jam itu bisa kepake maksimal n bermanfaat dunia akhirat
BalasHapusSaya sendiri menganggap waktu itu seperti uang, bukan memanfaatkan waktu untuk mencari uang sebanyak-banyaknya ya. Tapi, lebih seperti keinginan kita akan uang. Mau sebanyak apa pun rasanya masih kuraaang terus. Nah, waktu juga demikian. Mau sebanyak apa pun waktu yang ada, akan terasa kurang.
BalasHapusSaya lebih suka berfokus apa saja yang sudah saya lakukan waktu yang saya miliki. Karena kalau waktu sudah habis dan tidak menghasilkan apa-apa, itulah yang harus disesali.