Namanya Bu Harti. Saya mengenal beliau sejak lima tahun yang lalu, di sebuah lembaga badan wakaf yang saat itu menjadi tempat kerja baru saya.
Di sebuah acara pelatihan kantor yang mengharuskan kami menginap, kebetulan saya sekamar dengan beliau. Malam hari sebelum beristirahat, beliau bercerita pada saya. Tentang sebuah benjolan di payudara bagian kirinya, yang tak henti membuatnya resah.
credit: beritasatu.com |
Pertama kali saya tau tentang hal itu, jujur saya kaget sekali. Pasalnya, Bu Harti ini tipe orang yang sangat ceria, humoris dan penuh semangat. Tidak tercermin sedikit pun di keseharian beliau, bahwa beliau sedang 'membawa' sebuah bom waktu di tubuhnya.
Saya dan teman-teman yang lain tak henti memotivasi beliau untuk segera berobat secara medis. Sayangnya, saat itu Bu Harti menganggap jalan medis bukan pilihan yang ingin beliau ambil. Beliau memilih untuk berikhtiar mencari kesembuhan melalui berbagai pengobatan tradisional. Sebagai teman yang baik, kami tetap medukungnya. Bagaimanapun, Bu Harti yang paling berhak mengambil keputusan atas tubuhnya.
Lambat laun, benjolan di payudara itu tampak semakin mengintimidasi dari hari ke hari. Adakalanya Bu Harti merasa amat kesakitan. Hingga pada akhirnya, Bu Harti tiba-tiba bercerita pada kami tentang tekadnya untuk memulai ikhtiar melalui jalan medis.
Ia mulai menemui dokter. Lalu melewati tahap biopsi, dan divonis kanker payudara stadium 3. Dan akhirnya menjalani operasi pengangkatan payudara kurang lebih sebulan lalu, setelah diminta menunggu antrian berbulan-bulan karna memakai fasilitas BPJS. Dan kini, ia masih dalam tahap menjalani serangkaian kemoterapi.
Satu hal yang sangat saya dan teman-teman kagumi dari sosok Bu Harti. Yaitu tentang besarnya semangatnya. Tentang harapannya yang tak pernah sekalipun sirna. Harapan bahwa suatu hari ia pasti akan sembuh. Tidak pernah sekalipun kami melihat beliau terpuruk lantaran vonis apapun yang ia terima.
Bahkan, hanya selang dua minggu setelah operasi pengangkatan payudara yang ia jalani, Bu Harti dengan mantap berangkat ke Tanah Suci untuk menunaikan ibadah umroh.
Kanker Payudara dan Kewaspadaan yang Harus Selalu Ada
Dari Bu Harti, saya juga belajar. Bahwa betapa dalam tubuh cantik dan anggun seorang perempuan, tersimpan berbagai mavam potensi bahaya yang seharusnya selalu kita waspadai. Salah satunya kanker payudara.
Maka, melalui tulisan ini saya ingin mengajak semua teman perempuan saya untuk lebih aware dengan diri sendiri. Salah satunya dengan selalu memeriksa payudara sendiri, atau sering disingkat dengan istilah SADARI.
Kapan SADARI sebaiknya kita lakukan?
Pemeriksaan payudara sendiri atau SADARi sebaiknya dilakukan setiap bulan, tepatnya yaitu beberapa hari setelah menstruasi.
Bagaimana caranya?
Jika menemukan gejala-gejala yang mencurigakan, jangan pernah ragu untuk memeriksakan diri ke dokter. Karna semakin dini ditangani, Insya Allah peluang untuk terbebas dari kanker akan semakin besar.
Sedangkan bagi yang masih Allah beri kesehatan, yuk mensyukurinya dengan selalu menjaga kesehatan tersebut, dan tidak lupa turut menjadi support system bagi siapapun yang tengah berjuang melawan kanker.
Bagi yang punya kelebihan rejeki, kalian juga bisa membantu saudara-saudara kita yang tengah diuji dengan kanker payudara melalui kotak donasi yang tersedia di toko-toko Wacoal sebagai bentuk kepedulian dan dukungan mereka di bulan kanker payudara ini.
Ia mulai menemui dokter. Lalu melewati tahap biopsi, dan divonis kanker payudara stadium 3. Dan akhirnya menjalani operasi pengangkatan payudara kurang lebih sebulan lalu, setelah diminta menunggu antrian berbulan-bulan karna memakai fasilitas BPJS. Dan kini, ia masih dalam tahap menjalani serangkaian kemoterapi.
Satu hal yang sangat saya dan teman-teman kagumi dari sosok Bu Harti. Yaitu tentang besarnya semangatnya. Tentang harapannya yang tak pernah sekalipun sirna. Harapan bahwa suatu hari ia pasti akan sembuh. Tidak pernah sekalipun kami melihat beliau terpuruk lantaran vonis apapun yang ia terima.
Bahkan, hanya selang dua minggu setelah operasi pengangkatan payudara yang ia jalani, Bu Harti dengan mantap berangkat ke Tanah Suci untuk menunaikan ibadah umroh.
Bu Harti, 2 minggu setelah operasi pengangkatan payudara |
Kanker Payudara dan Kewaspadaan yang Harus Selalu Ada
Dari Bu Harti, saya juga belajar. Bahwa betapa dalam tubuh cantik dan anggun seorang perempuan, tersimpan berbagai mavam potensi bahaya yang seharusnya selalu kita waspadai. Salah satunya kanker payudara.
Maka, melalui tulisan ini saya ingin mengajak semua teman perempuan saya untuk lebih aware dengan diri sendiri. Salah satunya dengan selalu memeriksa payudara sendiri, atau sering disingkat dengan istilah SADARI.
Kapan SADARI sebaiknya kita lakukan?
Pemeriksaan payudara sendiri atau SADARi sebaiknya dilakukan setiap bulan, tepatnya yaitu beberapa hari setelah menstruasi.
Bagaimana caranya?
credit: haibunda.com |
Jika menemukan gejala-gejala yang mencurigakan, jangan pernah ragu untuk memeriksakan diri ke dokter. Karna semakin dini ditangani, Insya Allah peluang untuk terbebas dari kanker akan semakin besar.
Sedangkan beberapa upaya yang bisa kita lakukan agar terhindar dari kanker payudara, di antaranya adalah:Untuk siapapun yang tengah berjuang melawan kanker payudara atau kanker-kanker lainnya, tetap semangat. Yakinlah bahwa harapan yang tak pernah sirna akan menjadi salah satu kekuatan yang membuat sel kanker takluk.
1. Memperbanyak makan sehat seperti buah dan sayur
2. Berolahraga secara teratur
3. Menghindari alkohol, rokok, dan makanan-makanan kurang sehat
4. Menyusui
5. Membatasi terapi hormon
dll.
Sedangkan bagi yang masih Allah beri kesehatan, yuk mensyukurinya dengan selalu menjaga kesehatan tersebut, dan tidak lupa turut menjadi support system bagi siapapun yang tengah berjuang melawan kanker.
Bagi yang punya kelebihan rejeki, kalian juga bisa membantu saudara-saudara kita yang tengah diuji dengan kanker payudara melalui kotak donasi yang tersedia di toko-toko Wacoal sebagai bentuk kepedulian dan dukungan mereka di bulan kanker payudara ini.
“Breast Cancer Blogger Perempuan Movement, in Collaboration with Wacoal”