"Pak, coba sini saya kasih lihat" ucap Bu Bidan hanya selang beberapa beberapa menit setelah menolong persalinan saya. Saya yang masih berusaha mengatur nafas setelah berjuang melahirkan anak kedua, sempat tegang. Apakah bayi saya kenapa-napa?
"Pak, ini adek punya tongue tie, dan tongue tie-nya kencang sekali. Adek pasti akan kesulitan menyusunya, jadi besok saran saya langsung insisi, ya."
Begitulah awal mula kami (saya dan suami) tau bahwa anak kedua kami memiliki tongue tie. Sedikit ngeri membayangkan dia harus menjalani tindakan insisi atau istilah lainnya frenotomi.
Apa itu Tongue Tie?
Pinjam gambar dari alodokter.com |
Tongue-tie (ankyloglossia) adalah kelainan pada frenulum lidah bayi sehingga berukuran terlalu pendek. Hal ini mengakibatkan lidah bayi menjadi tidak leluasa bergerak. Jika tidak segera ditangani, tongue-tie dapat menyebabkan bayi sulit menyusu, serta kesulitan berbicara, makan, dan menelan. (dikutip dari alodokter.com)
Tongue tie disinyalir punya beberapa dampak kurang baik. Di antaranya, bayi akan kesulitan menghisap, menyebabkan perlekatan saat menyusui tidak optimal sehingga puting si ibu rawan terluka, bahkan bisa mengganggu kemampuan bicara anak.
Namun, tongue tie ini tergolong menjadi 4 kelas -- kelas, 1, kelas 2, kelas 3 dan 4, yang dibedakan berdasarkan seberapa kencang tongue tie si anak. Pada anak saya, tongue tie-nya dikatakan bidan tergolong ke dalam tongue tie kelas 4, alias kencang sekali. Sehingga kemungkinan akan mengalami beberapa kesulitan jika tidak dilakukan tindakan frenotomi.
Apa itu Frenotomi?
Frenotomi atau dikenal juga dengan istilah insisi adalah tindakan memotong tali lidah atau tongue tie. Kalau dengar kata memotong, bayangan kita pasti serem banget yaaa. Waktu dikasih tau bahwa di adek dijadwalkan akan menjalani frenotomi/insisi, saya mules plus deg-degan banget. Ga tega, hiks.
Anak saya difrenotomi di usia 2 hari. Sebelum tindakan, kami diminta untuk bertemu dokter, untuk diberikan penjelasan seputar tindakan frenotomi/insisi ini. Saat tindakan saya memilih untuk tetap di kamar inap saya dan meminta ayahnya yang menemani, karena tidak tega.
Tindakan frenotomi ternyata dilakukan tanpa anestesi, dan hanya berlangsung sebentar, kurang dari 15 menit. Setelah tindakan, bayi boleh langsung menyusu seperti biasa. Kami juga diberi paracetamol untuk jaga-jaga jika si adek rewel karena nyeri bekas insisi.
Pemulihan Pasca Tindakan Frenotomi
Setelah tongue tie adek difrenotomi/diinsisi, saya kira selesai dan kami bisa bernafas lega. Ternyata tidak. Ada proses selanjutnya yang lebih menegangkan, karena harus kami sendiri yang melakukan. Yaitu, proses pemulihan.
Tepat setelah tindakan frenotomi, suami saya diajari oleh bidan yang mendampingi prosedur yang harus dilakukan selama pemulihan pasca frenotomi. Yaitu senam lidah.
Senam lidah dilakukan dengan cara menggosok atau memijat area bawah lidah (yang bekas dipotong), lalu dilanjutkan dengan menggosok/memijat pipi kanan kiri bagian dalam ke atas dan ke bawah. Menggosok/memijatnya menggunakan jari telunjuk yang sudah dibungkus dengan handscoon steril. Senam lidah ini harus dilakukan setiap hari, sebanyak 2x sehari.
Senam lidah pasca frenotomi ini sepertinya mudah dan sederhana, ya. Tapi percayalah, tidak sesederhana itu untuk melakukannya ke anak sendiri. Membayangkan area yang digosok adalah area bekas sayatan, rasanya gak tega sekali, hiks. Apalagi tiap dilakukan pun, si adek menangis kencang.
Karena rasa tidak tega itu, akhirnya saya kadang mangkir dari keharusan senam lidah. Beberapa kali absen. Suami saya minta bergantian pun gak mau karena tidak tega juga. Apalagi, di hari ke 3 (kalau tidak salah), muncul seperti sariawan berwarna putih (bahkan kalau dilihat mirip nanah) di bawah lidah. Makin gak tega.
Saat jadwal kontrol, Bu Bidan bilang putih-putih seperti sariawan di bawah lidah adek itu memang bagian dari proses pemulihan. Sedihnya, beliau bilang tongue tie-nya adek hampir lengket lagi, kemungkinan besar karena kami kurang rajin senam lidah dan menekannya kurang berani.
Oleh Bu Bidan, bawah lidah adek digosok lagi agar selaput yang hampir terbentuk lagi bisa lepas. Tentu saja anak saya menangis kencang sekali. Setelahnya sempat berdarah sedikit, tapi setelah menyusu si adek kembali tenang. Bu Bidan berpesan agar kami lebih rajin dan berani lagi senam lidahnya, agar selaput bawah lidahnya adek gak tersambung lagi dan bikin frenotominya sia-sia.
Tapi kami masih merasa mengganjal. karena putih-putih yang seperti sariawannya muncul lagi dua hari kemudian, bahkan lebih tebal. beneran deh, melihatnya saja ngilu. Tapi dengan sekuat hati, saya berani-beranikan senam lidah, meski hati seperti diremas-remas karena adek selalu nangis kejer.
Alhamdulillah, hampir 3 minggu setelah frenotomi, akhirnya putih-putih di bawah lidahnya adek hilang sendiri. Dan lidah adek bisa dibilang sudah pulih sepenuhnya.
Perubahan yang Saya Rasakan Setelah Frenotomi
Meski pemulihan pasca insisinya cukup bikin hati ngilu luar biasa, saya bersyukur sekali tenaga medis yang membantu persalinan saya peka dan langsung ngeh tentang kondisi tongue tie anak saya. Jadi, bisa segera diambil tindakan. Ada anak teman saya yang baru ketahuan punya tongue tie setelah usia 2 bulan. Ketahuannya pun setelah dokter merasa ganjil karena selama 2 bulan itu, BB si bayi naiknya sedikit sekali.
Setelah frenotomi, saya merasa si adek menyusunya lebih kuat dan perlekatannya lebih baik. Meski yang namanya settingan Allah, pasti tetap gak bisa diubah 100% ya. Jika dibanding kakaknya yang tidak mengalami kondisi yang sama, hisapan si adek memang tergolong lebih lemah, dan perlekatannya kurang optimal, sehingga saat nenen ASI-nya sering tumpah lewat sela-sela mulut kanan kiri.
Tapi Alhamdulillah gak ada masalah dengan kenaikan BB-nya. Jadi hal itu masih bisa ditolerir.